Jejak Senyap Prion dan Viroid yang Menggentarkan

  • 01 Mei 2025
  • 05:01 WITA
  • Admin_Bio
  • Berita

Jejak Senyap Prion dan Viroid yang Menggentarkan

Tersadar, belakangan menulis di laman web Biologi terlewat olehku. Mungkin, pekan ini memang ditelan oleh hiruk-pikuk yang tidak ringan. Deret kesibukan akademik yang berseliweran, tenggat SKP triwulan pertama yang datang seperti gelombang pasang, dan tentu saja, rutinitas mengajar dan menguji yang menyita pikir dan langkah. Namun, ada satu momen yang tak mampu kuabaikan begitu saja—sebuah perjumpaan sunyi tapi menggetarkan di kelas Mikrobiologi Umum, Senin lalu. Di tengah penjelasan tentang entitas mikroskopis, Prion dan Viroid menyelinap mengikutiku dalam pikiran, bukan sekadar sebagai materi ajar, melainkan sebagai misteri biologis yang menggoda nalar sekaligus menusuk batin.

Prion dan Viroid—dua entitas yang berada di pinggiran definisi kehidupan—menawarkan ironi yang getir dalam sains modern. Betapa tidak, keduanya bahkan bukan makhluk hidup dalam pengertian konvensional, namun daya rusaknya bisa melampaui bakteri dan virus yang kita kenal.

Prion, misalnya, adalah protein menyimpang yang "tersesat bentuknya", mampu menginfeksi tanpa membawa materi genetik DNA ataupun RNA. Ia bukan virus, bukan sel, bahkan bukan makhluk hidup, namun mampu mengacaukan sistem saraf dengan cara yang paling subtil sekaligus mengerikan. Begitu memasuki tubuh, prion bekerja layaknya tiran molekuler—menghasut protein normal di otak untuk berubah bentuk menjadi salinan dirinya yang salah lipat, yang kemudian menyebar dan menulari lainnya. Dalam waktu yang tak terduga, jaringan saraf menjadi berlubang seperti spons, kemampuan berpikir merosot, dan tubuh perlahan kehilangan kendali. Penyakit Creutzfeldt-Jakob hanyalah satu dari sekian bukti kejamnya prion dalam merusak otak manusia secara perlahan, tanpa obat, dan nyaris tanpa harapan. Seperti itulah fakta-fakta empiris yang sempat kuoprak di malam sebelum materi ajarku rampung dan kusematkan di Lentera—LMS kami di UINAM.

Sementara Viroid, lebih ringkas lagi: hanya berupa untaian RNA tanpa selubung protein. Ia bahkan lebih kecil dari virus terkecil yang pernah dilaporkan, namun mampu merusak jaringan tanaman secara sistemik. Mekanismenya sungguh licik—viroid menyelinap ke dalam sel tanaman, membajak enzim inangnya, dan memaksa mesin sel bekerja untuk memperbanyak dirinya. Ia tak membawa gen pengkode protein, namun kerusakan yang ditimbulkan luar biasa: ekspresi gen tanaman menjadi kacau, jaringan terganggu, dan perlahan tanaman layu dari dalam. Viroid mungkin tak mematikan manusia, tapi keberadaannya mengguncang fondasi biologi tentang batas kehidupan. Ia hidup tanpa hidup, merusak tanpa senjata, dan bahkan mampu menyebar tanpa tubuh.

Dalam refleksi itu, kurasakan sangat terusik. Bagaimana bisa entitas sekecil itu, yang nyaris tak layak disebut makhluk hidup, menjadi ancaman nyata?. Apa yang membuat kita begitu rentan terhadap sesuatu yang bahkan tak bisa “dibunuh”?. Bukankah ini pertanda bahwa dalam jagat mikrobiologi, kita masih kerap berada di wilayah gelap, tempat logika konvensional sains gagal menjangkau?.

Ketakberdayaan kita terhadap prion dan viroid bisa jadi adalah teguran halus tentang keterbatasan ilmu pengetahuan. Kita yang sibuk memetakan genom, mencipta vaksin, dan menemukan ragam enzim, kadang lupa bahwa masih ada entitas-entitas ganjil yang terus mengintai, menunggu kelengahan kita. Dunia sains seringkali terlalu percaya diri dalam menghadapi yang besar dan kompleks, namun justru rentan ketika berhadapan dengan yang kecil, senyap, dan tak terduga.

Kini, setelah SKP rampung dan perkuliahan akan kembali mengalir seperti biasa, kurasa perlu menuliskan riuh keresahan ini, bukan semata untuk berbagi, tetapi juga untuk menegaskan bahwa mikrobiologi tak hanya tentang mengenali mikroba, tetapi juga tentang menundukkan hati di hadapan keagungan semesta yang tak sepenuhnya bisa kita taklukkan. Wallahu A'lam.

Namun justru dari keterbatasan itulah, harapan selalu lahir. Bahwa di tengah misteri yang belum terungkap, akan lahir generasi peneliti yang akan terus bertanya, terus menelisik, dan tak pernah letih memecahkan teka-teki yang paling senyap sekalipun. Mungkin prion dan viroid hari ini belum terpecahkan, tapi bukankah sains sejatinya adalah perjalanan yang tak pernah selesai?. Maka biarlah rasa ingin tahu itu tetap hidup, menyala dalam benak mahasiswa-mahasiswaku tercinta, yang kelak akan menyalakan obor di lorong-lorong gelap mikrobiologi yang kini masih asing dan menakutkan. Insya Allah. [HF]