Guru dan Gerak Laun Peradaban

  • 25 November 2025
  • 03:39 WITA
  • Admin_Bio
  • Berita

Guru dan Gerak Laun Peradaban

Di tengah riuh amanah yang memaksa saya jauh dari kampus, pada hari ketika seharusnya saya ikut berdiri khidmat dalam barisan penghormatan untuk para guru, hadir sebuah getir halus, nyaris seperti desir angin yang lupa menyebutkan sumbernya. Ada denyut sayu yang lahir begitu saja, bukan kesedihan, melainkan renungan tentang profesi guru yang datang dengan keluasan rasa yang tak biasa, seolah jarak memberi ruang bagi kata-kata untuk bersuara lebih lirih.

Guru, kehadirannya menandai perjalanan panjang peradaban, memastikan bahwa dunia tak kehilangan arah. Ia adalah sosok yang merasa cukup hanya dengan melihat seberkas cahaya tumbuh di mata anak didiknya, meski namanya tak pernah disertakan dalam riuh tepuk tangan. Mereka hadir sebagai pelakon profesi yang begitu pelik. Ada hari-hari ketika bimbingannya bersambut antusias, namun tak jarang pula ia jatuh di telinga yang enggan. Ada masa-masa ketika wejangan terasa seperti benih yang tersapu angin, namun tetap harus disemai demi musim panen yang tak kita ketahui kapan tiba.

Guru berdiri di antara dua dunia, dunia harapan dan dunia kenyataan. Kita berharap semua anak didik tumbuh menjadi manusia yang utuh, namun kenyataan sering memaksa kita menghadapi kemalasan, kebingungan, perbedaan karakter, hingga berbagai keluh-kesah yang berjejal dan tak sepenuhnya mampu diredakan apalgi dipecahkan seluruhnhya. Namun bukankah itu yang menjadikan profesi ini begitu manusiawi?. Seorang guru tak mengubah dunia sekaligus, ia hanya menyentuh satu jiwa, lalu satu jiwa lagi, hingga perlahan peradaban bergerak maju tanpa suara.

Sebab guru adalah janji sunyi kepada masa depan. Bahwa ilmu tidak boleh berhenti. Bahwa kebodohan tidak boleh menjadi penguasa. Bahwa kegelapan tidak boleh menjadi rumah bagi generasi berikutnya. Dengan cara yang amat pelan, guru menyingkirkan rerimbun kabut dari pikiran manusia, menyulut seberkas kecil api pemahaman, hingga kelak para anak didik itu membawa obor yang lebih besar dari yang pernah kita bayangkan.

Dan pada akhirnya, barangkali menjadi guru bukan soal menjadi yang paling tahu, tetapi menjadi yang paling sabar. Bukan soal menghimpun pujian, tetapi menyiapkan manusia lain agar lebih layak hidup. Bukan soal berdiri dalam gemerlap panggung penghormatan, tetapi teguh berdiri bahkan saat tak ada seorang pun yang menyadari betapa berharganya kehadiran kita.

Maka meski saya hanya bisa mengurai kata dari tempat yang jauh dari denting upacara penghormatan di hari Guru ini, izinkan saya ikut merayakan hari kita semua yang terus memilih jalan ini. Jalan yang melelahkan, namun mulia. Jalan yang sepi, namun menentukan. Jalan yang tak selalu menghadiahkan tepukan, tetapi selalu meninggalkan jejak di sejarah peradaban manusia. [HF]

Selamat Hari Guru untuk kita semua, para penjaga cahaya peradaban dengan cara yang sederhana namun tak tergantikan.