Tahun 2045: Indonesia Butuh Bioteknologi dalam Sektor Pertanian

  • 09:37 WITA
  • Admin_Bio
  • Artikel

Oleh : Afridha Sari*

 

“Kementerian Pertanian telah menargetkan pada tahun 2045 Indonesia akan menjadi lumbung pangan dunia dengan swasembada. Untuk mewujudkan itu sektor pertanian harus segera mengambil langkah dengan mengembangkan berbagai inovasi dari bioteknologi”.

Revolusi industri telah mengharuskan masyarakat untuk bekerja dengan teknologi, tak terkecuali sektor pertanian. Di tengah revolusi industri, sektor pertanian masih saja mengalami permasalahan dengan kebutuhan akan produk pertanian. Hama dan penyakit masih saja menjadi masalah utama dalam sektor pertanian. Selain itu, penggunaan pestisida yang berlebihan masih menjadi masalah pada lahan pertanian dan adanya permintaan konsumen yang menginginkan produk berkualitas dengan nilai gizi tinggi membuat pelaku sektor pertanian berpikir lebih keras dalam memenuhi kebutuhan konsumen.

Dilansir dari Sariagri, sedikitnya sekitar 800 hektare tanaman padi di  dua kecamatan di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan mengalami gagal panen akibat hama wereng. Salah seorang petani dari Kecamatan Simbang, Jumadi, mengatakan bahwa sawah miliknya mengalami penurunan panen padi dari 5,6 ton menjadi 4 ton, Selasa (31/3/2020).

Jika sampai saat ini petani masih saja mengalami permasalahan di atas, bagaimana dengan target Kementerian Pertanian untuk mewujudkan lumbung pangan dunia dengan swasembada di tahun 2045? Inilah yang kemudian harus segera diatasi dengan mencari solusi dan inovasi yang  berbasis teknologi untuk mengatasi permasalahan produksi pangan di Indonesia.

Inovasi berbasis teknologi yang bisa diterapkan dalam memperbaiki kualitas produksi pertanian adalah dengan bioteknologi. Bioteknologi memanfaatkan agen hayati dan teknologi untuk menghasilkan suatu produk yang bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan manusia. Bioteknologi banyak memanfaatkan teknologi rekayasa genetika dalam menghasilkan tanaman varietas baru dengan kualitas unggul, nilai gizi tinggi serta terbebas dari hama dan penyakit.

Bioteknologi di Indonesia telah banyak dilakukan dalam skala penelitian, namun masih belum banyak diterapkan di lahan pertanian. Sektor pertanian harus segera bertindak, menggunakan bioteknologi untuk membantu petani saat ini yang masih menggunakan metode konvensional

Berbicara mengenai bioteknologi dalam bidang pertanian, masyarakat akan difokuskan pada teknologi kultur jaringan dan teknik transfer gen. Selain itu ada berbagai inovasi dari bioteknologi yang bisa diterapkan untuk mewujudkan target Kementerian Pertanian di tahun 2045 dan akan terus berlanjut di masa depan, antara lain:

1. Teknologi Nuklir dalam Pemuliaan Tanaman

"Nuklir untuk tanaman?" 

"Apakah tanamannya diubah menjadi bom?".

Tanggapan orang akan berbeda saat mendengar nuklir apalagi untuk tanaman. Teknologi nuklir dapat dimanfaatkan sebagai bioteknologi dalam pemuliaan tanaman karena kemampuannya dalam merubah materi genetik dan membentuk varietas baru pada tanaman. Induksi mutasi telah banyak dikembangkan dalam skala penelitian. Dalam seminar yang dilaksanakan oleh Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) pada Jumat, 17/7/2020. Dr. Sorbizal menyampaikan mutasi dengan iradiasi dapat menghasilkan varietas tanaman pertanian dengan sifat unggul. BATAN telah menghasilkan 20 varietas padi hasil iradiasi, 12 varietas kedelai, 3 varietas sorgum, 2 varietas kacang hijau, dan 1 varietas gandum. Beberapa varietas memiliki sifat tahan terhadap serangan hama, memiliki aroma yang harum, tahan terhadap kekeringan dan masih banyak lagi varietas unggul yang dihasilkan dari induksi mutasi. Hal ini menunjukkan perkembangan teknologi nuklir untuk pemuliaan tanaman telah menjadi salah satu bioteknologi menjanjikan dalam dunia pertanian

2. Teknik Isotop untuk Produktivitas Tanah Pertanian

Selain tanaman, tanah pertanian sebagai lahan kerap menjadi permasalahan dalam bidang pertanian. Kerusakan tanah semakin bertambah sejak penggunaan pupuk kimia dan pestisida secara berlebihan. Hal ini dapat diatasi dengan teknologi isotop yang banyak dimanfaatkan dalam mempelajari hubungan antara tanah dan tanaman. Dengan menggunakan teknologi isotop akan mampu menghasilkan produktivitas lahan dengan penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati, sehingga mampu menekan penggunaan pestisida dan pupuk kimia berbahaya, mampu meningkatkan kesuburan tanah dengan bantuan bakteri fiksasi nitrogen, digunakan dalam pengukuran kadar air dalam tanah, serta mendeteksi potensi erosi tanah. Pemanfaatan teknik isotop juga disampaikan oleh peneliti dalam seminar daring Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi BATAN, Ania Citraresmini, pada jumat, 24/7/2020. Dalam seminar tersebut, Ania menyatakan bahwa teknik peruntutan isotop dapat dimanfaatkan dalam mengetahui sumber unsur hara dari dalam tanaman. Selain itu teknik ini juga mampu mengetahui seberapa besar unsur hara yang diberikan pada tanaman yang berasal dari produk pupuk seperti pupuk hayati dan pupuk organik. Kepala BATAN, Anhar Riza Antariksawan mengatakan teknik isotop untuk pengembangan sumber daya lahan masih belum banyak diketahui. Hal inilah yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh pelaku sektor pertanian agar dapat mengatasi permasalahan lahan yang rusak.

3. CRISPR/Cas9 untuk Mengedit Gen Tanaman

Pengeditan gen atau lebih dikenal dengan Genome Editing merupakan bioteknologi molekuler dengan metode perakitan gen. Sekuen DNA yang berpotensi mengalami mutasi merugikan akan diganti, diedit, dan dihapus menggunakan bantuan enzim Cas9 sebagai pemotong sehingga sekuen DNA hasil editan bisa merubah sifat dari organisme. CRISPR-Cas9 inilah yang kemudian digunakan oleh ahli molekuler dalam mengedit susunan gen pada tanaman. CRISPR-Cas9 telah banyak diaplikasikan di negara maju untuk memperoleh sifat-sifat unggul pada tanaman pangan seperti ketahanan pangan terhadap penyakit, terhadap kondisi iklim, dan lain sebagainya. Di Amerika serikat, tanaman hasil genome editing telah berhasil dikembangkan hingga sampai pada tahap komersial. Di indonesia beberapa penelitian CRISPR-Cas9 juga telah dikembangkan seperti pada penelitian Budiani (2018), yang telah mengembangkan kelapa sawit tahan cekaman biotik penyakit ganoderma. Sektor pertanian Indonesia dapat menjadikan ini sebagai sebuah inovasi yang perlu dikembangkan dalam bidang pertanian.

4. Bakteriofage Pembasmi Penyakit

            Penyakit pada tanaman tidak terlepas dari serangan bakteri patogen yang menyebabkan tanaman menjadi busuk. Penyerangan bakteri patogen tanaman ini dapat dihentikan dengan penggunaan bakteriofage. Bakteriofage adalah virus yang menginfeksi bakteri. 

"Virus dimasukkan dalam tanaman?" 

"Mungkin efektif untuk membunuh bakteri, lalu bagaimana dengan tanamannya?". 

        Tanggapan orang akan sensitif saat mendengar kata virus. Namun virus ini hanya mengenali bakteri targetnya jadi tidak akan mengganggu bakteri baik, apalagi tanamannya. Virus ini dapat mendeteksi keberadaan bakteri dalam tanaman dan dapat melisiskan (memecah) sel bakteri sehingga bakteri patogen akan terbunuh oleh bakteriofage. Untuk memudahkan pendeteksian dapat digunakan teknik rekayasa genetika untuk menyisipkan gen tertentu agar mempermudah bakteriofage mendeteksi keberadaan bakteri. Bioteknologi adalah ilmu kekinian hasil riset para peneliti bangsa yang menjanjikan bagi sektor pertanian. Sekarang saatnya generasi muda menjadi petani modern dengan mengembangkan bioteknologi di Indonesia dan mewujudkan misi di tahun 2045 dan terus berlanjut dimasa depan.


*Mahasiswa Jurusan Biologi angkatan 2017, memiliki minat besar dalam bidang Genetika dan Bioteknologi, terutama dalam teknologi pemuliaan tanaman. Jadi Modern Farmer, Why Not?

Naskah ini diikutkan dalam 
Agri Writing Competition 2020 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian RI. Dukungan dalam bentuk like pada postingan akun media sosial pribadi ataupun Jurusan Biologi sangat berarti untuk melaju dari tahap seleksi. Jadi, jangan lupa doa dan dukunganTa semua. Terima kasih :)